Den Haag Perintah tegas dikeluarkan Mahkamah Internasional (International Court of Justice)
pada Australia. Negeri Kanguru wajib menghentikan kegiatan mata-matanya
atas Timor Leste terkait sengketa cadangan minyak dan gas bumi senilai
US$ 40 miliar atau Rp 463,8 triliun.
Ini adalah kali pertama pengadilan internasional memerintahkan negara Barat untuk berhenti memata-matai bangsa lain.
Mayoritas anggota majelis hakim memutuskan bahwa dokumen yang disita
oleh agen Australia pada bulan Desember harus tetap 'tersegel', tidak
dapat digunakan selama sengketa masih berlangsung atas sumber daya yang
melimpah di Laut Timor.
Sebaliknya, mahkamah tak memenuhi permintaan Timor Leste agar dokumen tersebut dikembalikan.
Sengketa
tersebut menandai memburuknya persahabatan 2 negara yang tadinya sangat
erat. Apalagi Australia ada di garis depan membantu Timor Leste
melepaskan diri dari Indonesia pada 2002.
Ahli hukum Donald Rothwell dari Australian National University
mengatakan, kasus mata-mata tersebut 'belum pernah terjadi sebelumnya'.
Ini adalah kali pertamanya Australia menerima perintah terkait dokumen
yang diperoleh dari kegiatan intelijen.
Australia dituduh
melakukan kegiatan mata-mata meluas selama pembicaraan dengan pihak
negara bekas provinsi ke-27 Indonesia itu -- menjelang perjanjian pada
2006 yang mmbagi keuntungan 50-50 terkait ladang migas Greater Sunrise di Laut Timor.
Timor Leste menginginkan perjanjian itu dibatalkan dan sudah membawa kasus ini ke Pengadilan Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration di Den Haag, Belanda. Vonis kasus tersebut tak akan dikeluarkan hingga tahun depan.
Desember lalu, agen dari ASIO -- organisasi mata-mata domestik Australia menggerebek sebuah kantor di Canberra
milik Bernard Collaery, pengacara yang mewakili Timor Leste. ASIO
menyita sejumlah dokumen yang diyakini terkait dugaan spionase oleh
Australia dan terkait pengakuan mantan intel Negeri Kanguru yang
mengklaim Australia menyadap kantor pemerintah Timor Leste selama
pembicaraan terkait perjanjian migas.
Dubes Timor Leste untuk
Inggris, Joaquim da Fonseca, mengaku gembira dengan putusan Mahkamah
Internasional. "Saya sangat puas dengan hasil persidangan," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari Telegraph, Rabu (5/3/2014). "Pengadilan mempertimbangkan dampak serius yang bisa diakibatkan dari penyitaan dan penahanan dokumen milik Timor Leste."
Australia
yang diperintahkan tidak menyentuh dokumen dalam kaitan dengan sengketa
ladang migas tetap akan menggunakannya atas nama 'keamanan nasional'.
Pemerintah setempat juga berniat memperkarakan mata-mata yang jadi
peniup peluit (whistle-blower) -- si pembocor yang memungkinkan kasus ini mencuat.
Sementara, Jaksa Agung Australia, George
Brandis secara pribadi berjanji, tak akan melongok dokumen yang
disengketakan itu tanpa memberitahukan terlebih dahulu ke pihak
pengadilan internasional. Namun, ia menghargai putusan mahkamah yang
memerintahkan pihaknya tak wajib mengembalikan dokumen tersebut ke Timor
Leste. "Itu adalah putusan yang baik bagi Australia," kata dia.
"Pemerintah
Australia senang dengan keputusan menolak permohonan Timor Leste untuk
pengembalian dokumen yang di bawah kepemilikan ASIO." (Yus Ariyanto)http://news.liputan6.com/read/2018448/mahkamah-internasional-australia-setop-mata-matai-timor-leste
Tidak ada komentar:
Posting Komentar