Kekerasan di Dili pada hari Selasa dan Rabu minggu ini merupakan peristiwa yang serius, yang berdampak signifikan bagi masa depan Timor Leste. Peristiwa tersebut juga memberikan titik terang bagi isu-isu penting yang dihadapi oleh negara yang baru ini.
La'o Hamutuk menyatakan simpati kepada keluarga-keluarga dari orang-orang yang terbunuh dan kepada mereka yang terluka atau yang harta-bendanya dirusakkan. Dan kami percaya bahwa lembaga-lembaga dan agen internasional yang terlibat di Timor Leste, demikian juga pemerintah dan rakyat negeri ini, harus melihat baik kejadian tersebut dan tindakan-tindakan mereka serta mempelajari pelajaran bagi masa depan.
Pada saat ini, kami tidak tahu siapa yang mengarahkan massa, siapa yang lebih terlibat, atau rincian dari setiap peristiwa. Kebanyakan laporan media internasional mengenai kejadian-kejadian belum lama berselang menjadi tidak akurat, terlalu disederhanakan atau menghasut, dengan berfokus pada reaksi-reaksi yang salah memberikan informasi dari para warga asing Dili dari pada berpusat pada kejadian-kejadian yang sebenarnya. Selama tiga hari terakhir, La'o Hamutuk telah mengadakan pembicaraan dengan banyak warga Dili dan pengamat mengenai segala kejadian dimaksud. Kami tahu sedikit mengenai apa yang terjadi, dan ingin menawarkan sejumlah pengamatan awal dan rekomendasi.
Tidak ada huru-hara yang menyebar-luas, anarki atau kerusuhan sosial, yang terjadi di luar apa yang dapat ditahan oleh pihak-pihak berwenang. Sebaliknya, beberapa ratus orang dimanipulasi oleh para pemimpin politik pembangkang untuk menghancurkan harta-benda terntentu yang dipilih sebagai upaya untuk merongrong pemerintahan. Pihak-pihak berwenang publik yang bertanggungjawab gagal bertindak secara efektif, dan massa kemudian bergerak keliling Dili selama beberapa jam, dengan menghancurkan bangunan-bangunan simbolik Perdana Menteri atau barang-barang dari orang asing yang lebih kaya. Tidak pernah ada bahaya bagi publik; sesungguhnya hanya orang-orang yang mengalami luka serius adalah para demonstran yang tertembak, seperti yang dilaporkan oleh polisi.
Tentara Penjaga Perdamaian (PKF) dan polisi PBB (UNPOL) mendapat mandat atas hukum dan ketertiban di Timor Leste. Mereka bertanggungjawab atas keselamatan dan keamanan tidak hanya untuk fasilitas mereka sendiri, tetapi juga bagi semua bangunan dan masyarakat dari negeri ini. Polisi Nasional Timor Leste (TLPS), sebagaimana digambarkan oleh seorang peserta Misi Penilaian Gabungan Donor bagi UNMISET-TLPS pekan silam "dewasa ini beroperasi di bawah wewenang eksekutif dari UNPOL. … (TLPS) didukung oleh sumber daya (infrastruktur, peralatan, informasi dan keuangan) yang secara besar disediakan oleh UNPOL. TLPS dibimbing dalam manejemen dan operasinya pada tahap sementara oleh aturan-aturan yang dikembangkan oleh UNPOL." Walaupun TLPS melakukan kesalahan dan kurang mampu mengambil tindakan-tindakan efektif, UNMISET dan masyarakat internasional masih bertanggungjawab.
La'o Hamutuk mendukung upaya-upaya damai, termasuk demonstrasi, untuk mempengaruhi pemerintah dan kebijakan-kebijakan lembagawi. Tentu saja kami tidak memaafkan kekerasan terhadap orang atau harta-benda. Selama 24 tahun perlawanan Timor Leste terhadap pendudukan Indonesia, perlawanan bawah tanah secara jelas mengetahui di mana letak keterbatasan-keterbatasan, dan menolak para provokator yang memaksakan tindakan-tindakan yang tidak bertanggungjawab atau keras. Di dalam era baru kemerdekaan demokratis Timor Leste ini, suatu generasi baru rakyat perlu mempelajari pelajaran-pelajaran tersebut - dan seluruh penduduk, termasuk pemerintah perlu terlibat di dalam komunikasi dan konsultasi sehingga semua masyarakat benar-benar diwakili oleh para pemimpin terpilih mereka.
Pada hari Rabu, para siswa memprotes ketidak-pekaan polisi di dalam menangkap salah seorang teman kelas mereka sehari sebelumnya. Mereka membiarkan kemarahan mereka diprovokasi oleh keangkuhan polisi ke dalam kekerasan berskala kecil. Pada saat polisi bertindak berlebihan, mengancam dan kemudian menembak para siswa, kelompok siswa tersebut menjadi irasional, yang terbuka bagi manipulasi oleh para pemimpin politik pembangkang. Mereka kemudian digabung oleh orang-orang tua dari masyarakat yang tidak ada sangkut-pautnya dengan isu tersebut, dan memberikan arahan untuk menyerang sasaran-sasaran khusus, yang dimulai dengan parlemen dan toko Hello Mister, serta meluas ke toko-toko lainnya yang dimiliki oleh orang asing, fasilitas polisi, kawasan mesjid kampung Alor, suatu kantor kredit kecil yang diyakini berkaitan dengan Perdana Menteri Mari Alkatiri, dan rumah-rumah Mari Alkatiri dan saudaranya. Pengrusakan kecil-kecilan, kebanyakan batu-batu melalui jendela, dilakukan terhadap sejumlah bisnis sepanjang jalan yang dilewati oleh perusuh. Menjelang sore, setelah membakar rumah Perdana Menteri, kelompok tersebut membubarkan diri, dan Dili sejak saat itu kembali damai.
Hal ini bukan kekerasan yang acak. Dari informasi kami, pihak-pihak yang terluka, termasuk dua orang yang mengalami luka serius, disebabkan oleh polisi. Di kantor mikro kredit, kelompok tersebut memutuskan untuk menghancurkan dari pada membakar bangunan tersebut karena mereka tidak ingin risiko api dapat menyebar ke asrama susteran yang tidak jauh dari tempat itu. Di beberapa tempat, massa diminta untuk tidak menyerang bisnis asing atau kantor pemerintahan asing oleh orang-orang sipil dan petugas keamanan Timor Leste.
Tampak jelas bahwa tindakan polisi dapat menghentikan atau menghindari perusakan tersebut dengan sedikit risiko pada kedua belah-pihak. Tetapi hampir pada setiap kejadian, polisi tiba setelah pengrusakan selesai, sekalipun para perusuh berjalan kaki menempuh beberapa kilometer jauhnya, sementara pihak berwenang dilengkapi dengan helikopter, sepeda motor dan peralatan komunikasi yang canggih. Penyelidikan akan menentukan mengapa polisi dan PKF tidak mau atau tidak mampu menyikapi, tetapi jelas bahwa sekali lagi- seperti pada bulan Desember 1975 dan September 1999 - masyarakat internasional telah gagal dalam tanggungjawabnya terhadap masyarakat Timor Leste.
Kemarin, kami berbicara dengan para pemimpin komunitas Muslim di mesjid Kampung Alor. Sore hari sebelumnya, sedikitnya 100-200 orang yang mengamuk membawa bensin dan bom molotov telah mendatangi kawasan mereka. Karena takut, ratusan imigran Indonesia di Timor Leste berimpit-impitan dengan keluarga mereka di dalam mesjid, sambil menantikan kematian mereka sambil berdoa agar massa segera pergi. Setelah sejam membakar mobil, rumah-rumah dan toko di sekitanya, dan dengan melemparkan batu melalui jendela mesjid, orang banyak tersebut kemudian pergi, hanya meninggalkan sejumlah orang luka ringan dari kaca yang beterbangan. Labih dari satu jam kemudian, PKF Portugis muncul, dan sejak saat itu memberikan keamanan. Walaupun doa mereka kepada Allah dikabulkan, warga tersebut masih takut berjalan ke luar kompleks. Mereka meminta kepada mayoritas Katholik Timor Leste, seperti diwakili oleh pemerintahannya, untuk mempraktekkan demokrasi dengan menghargai dan melindungi hak kaum minoritas Muslim akan kebebasan beragama.
Manipulasi yang mudah terhadap perusuh berasal dari kondisi sosial ekonomi yang mengakar: pengganguran besar-besaran, pendidikan yang buruk dan pelayanan publik lainnya; terbatasnya rasa saling respek antara pemerintah dan masyarakat sipil; frustrasi dengan kemajuan perkembangan demokrasi dan ekonomi; meluasnya tekanan pasca-konflik dan pasca-trauma, kurangnya kepercayaan pada proses perubahan yang damai. Masalah-masalah ini merupakan warisan dari berabad-abad kekuasaan penjajahan dan berdekade-dekade pendudukan militer. Tiga tahun pemerintahan UNTAET telah mencapai sejumlah kemajuan di dalam merespons segala permasalahan ini, tetapi masih jauh untuk dicapai dan tanggungjawab masyarakat internasional belum juga berakhir.
Berdasarkan pada pemantauan-pemantauan awal kami tersebut, La'o Hamutuk hendak menyampaikan rekomendasi-rekomendasi berikut:
http://www.laohamutuk.org/misc/1202bh.html
1. UNMISET dan masyarakat internasional harus mengakui dan bertanggungjawab untuk memastikan keselamatan dan perdamaian bagi semua orang di Timor Leste, tanpa memprioritaskan fasilitas-fasilitas PBB dan pemerintahan asing.
2. UNMISET dan masyarakat internasional harus memberikan dukungan yang efektif bagi polisi Timor Leste, terutama di dalam situasi di mana pasukan polisi Timor Leste tidak cukup berpengalaman untuk menanganinya secara efektif. Jadwal penarikan UNPOL dan PKF sebaiknya ditinjau ulang.
3. Pemerintah dan pihak-pihak berwenang independen sebaiknya secara lengkap menyelidiki guna mendirikan tanggungjawab atas kekerasan tersebut dan reaksi berlebihan dan tidak kompetennya pihak kepolisian. Ïnvestigasi independen"selama 72 jam yang telah dimulai hari ini hanya akan mengais di permukaan.
4. Semua pelaku tindakan tak sesuai dengan hukum, termasuk anggota dari orang banyak dan juga mereka yang memancing serta polisi atau pihak lainnya yang menggunakan kekuatan secara berlebihan atau gagal mengemban kewajiban mereka, seharusnya diadili dan dihukum secara setimpal.
5. Segala komponen UNPOL dan TLPS, khususnya Unidade Intervensaun Rapida (Unit Gerak Cepat) dari TLPS dan mantan anggota kepolisian Indonesia seharusnya mendapatkan pelatihan dan aturan mengenai cara menangani orang banyak yang sulit dikendalikan tanpa harus menimbulkan ketegangan atau kekerasan. Ada kepercayaan yang meluas bahwa salah seorang siswa mati ditembak oleh salah seorang agen inteligen polisi, sehingga penggunaan operasi-operasi tanpa seragam di dalam situasi serupa seharusnya ditinjau ulang.
6. Masyarakat internasional harus meningkatkan komitmennya bagi Timor Leste untuk menyikapi segala sebab ketidak-senangan ekonomik, politik dan sosial yang mudah direkayasa ke dalam kekerasan. Bahkan jika Konferensi Negara-negara Donor Dili pekan depan ditunda, pemerintah-pemerintah asing harus memperbesar dukungan bagi keadilan, perkembangan ekonomi dan demokrasi politik di Timor Leste, suatu negeri yang hidup kembali setelah selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan asing untuk memulihkan dirinya.
7. Kami mendesak wartawan asing dan pihak-pihak lainnya untuk lebih bijaksana, sehingga menghindari pelaporan-pelaporan yang berisi rumor atau bahaya kekerasan yang dilebih-lebihkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar