Rabu, 19 Maret 2014

Mahkamah Internasional: Australia, Setop Mata-matai Timor Leste!

Den Haag Perintah tegas dikeluarkan Mahkamah Internasional (International Court of Justice) pada Australia. Negeri Kanguru wajib menghentikan kegiatan mata-matanya atas Timor Leste terkait sengketa cadangan minyak dan gas bumi senilai US$ 40 miliar atau Rp 463,8 triliun.

Ini adalah kali pertama pengadilan internasional memerintahkan negara Barat untuk berhenti memata-matai bangsa lain.
Mayoritas anggota majelis hakim memutuskan bahwa dokumen yang disita oleh agen Australia pada bulan Desember harus tetap 'tersegel',  tidak dapat digunakan selama sengketa masih berlangsung atas sumber daya yang melimpah di Laut Timor.

Sebaliknya, mahkamah tak memenuhi permintaan Timor Leste agar dokumen tersebut dikembalikan.

Sengketa tersebut menandai memburuknya persahabatan 2 negara yang tadinya sangat erat. Apalagi Australia ada di garis depan membantu Timor Leste melepaskan diri dari Indonesia pada 2002.

Ahli hukum Donald Rothwell dari  Australian National University mengatakan, kasus mata-mata tersebut 'belum pernah terjadi sebelumnya'. Ini adalah kali pertamanya Australia menerima perintah terkait dokumen yang diperoleh dari kegiatan intelijen.


Australia dituduh melakukan kegiatan mata-mata meluas selama pembicaraan dengan pihak negara bekas provinsi ke-27 Indonesia itu -- menjelang perjanjian pada 2006 yang mmbagi keuntungan 50-50 terkait  ladang migas Greater Sunrise di Laut Timor.

Timor Leste menginginkan perjanjian itu dibatalkan dan sudah membawa kasus ini ke Pengadilan Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration di Den Haag, Belanda. Vonis kasus tersebut tak akan dikeluarkan hingga tahun depan.

Desember lalu, agen dari ASIO -- organisasi mata-mata domestik Australia menggerebek sebuah kantor di Canberra milik Bernard Collaery, pengacara yang mewakili Timor Leste. ASIO menyita sejumlah dokumen yang diyakini terkait dugaan spionase oleh Australia dan terkait pengakuan mantan intel Negeri Kanguru yang mengklaim Australia menyadap kantor pemerintah Timor Leste selama pembicaraan terkait perjanjian migas.

Dubes Timor Leste untuk Inggris, Joaquim da Fonseca, mengaku gembira dengan putusan Mahkamah Internasional. "Saya sangat puas dengan hasil persidangan," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari Telegraph, Rabu (5/3/2014). "Pengadilan mempertimbangkan dampak serius yang bisa diakibatkan dari penyitaan dan penahanan dokumen milik Timor Leste."

Australia yang diperintahkan tidak menyentuh dokumen dalam kaitan dengan sengketa ladang migas tetap akan menggunakannya atas nama 'keamanan nasional'. Pemerintah setempat juga berniat memperkarakan mata-mata yang jadi peniup peluit (whistle-blower) -- si pembocor yang memungkinkan kasus ini mencuat.
Sementara, Jaksa Agung Australia, George Brandis secara pribadi berjanji, tak akan melongok dokumen yang disengketakan itu tanpa memberitahukan terlebih dahulu ke pihak pengadilan internasional. Namun, ia menghargai putusan mahkamah yang memerintahkan pihaknya tak wajib mengembalikan dokumen tersebut ke Timor Leste. "Itu adalah putusan yang baik bagi Australia," kata dia.

"Pemerintah Australia senang dengan keputusan menolak permohonan Timor Leste untuk pengembalian dokumen yang di bawah kepemilikan ASIO." (Yus Ariyanto)http://news.liputan6.com/read/2018448/mahkamah-internasional-australia-setop-mata-matai-timor-leste

Tidak ada komentar:

Posting Komentar